Kamis, April 09, 2009

Mengelola Amarah

Apa itu amarah?
Dalam pandangan psikologi amarah adalah salah satu bentuk emosi manusia yang sepenuhnya bersifat normal dan sehat. Setiap individu pasti pernah marah dengan berbagai alasan. Meski merupakan suatu hal yang wajar dan sehat, namun jika tidak dikendalikan dengan tepat dan bersifat destruktif maka amarah akan berpotensi besar untuk menimbulkan masalah baru, seperti masalah di tempat kerja, di keluarga, atau pun hubungan interpersonal.
Mengapa seseorang menjadi marah?
Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menjadi marah. Pertama, faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri sendiri, seperti terhambatnya pekerjaan, kemacetan lalu lintas. Kedua, faktor internal yang berasal dari dalam individu tersebut yang dapat memicu amarah, seperti ketakutan terhadap sesuatu, ketidakmampuan individu dalam melakukan interaksi, atau adanya pengalaman pahit di masa lalu (traumatik) yang akhirnya membangkitkan amarah.
Mengendalikan Amarah
Beberapa hal berikut ini mungkin layak anda pertimbangkan untuk mengendalikan amarah:
1. Relaksasi
Melakukan relaksasi terbukti dapat membuat seseroang menjadi tenang dalam menghadapi berbagai situasi yang kurang menyenangkan atau penuh tekanan. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai variasi, misalnya menarik nafas dalam-dalam, melakukan latihan-latihan ringan untuk mengendurkan otot-otot, atau pun dengan kata-kata: “relaks; tenang aja; take it easy; gak apa-apa kok”.
2. Mengubah Cara Pandang
Individu yang sedang marah cenderung mengumpat, mengutuk, menyumpah dan mengucapkan berbagai macam kata-kata yang menggambarkan perasaan di dalam hatinya. Ketika sedang marah maka pikiran anda dan tindakan bisa menjadi berlebih-lebihan dan dramatis. Oleh karena itu cobalah mengubah pikiran-pikiran yang berlebih-lebihan tersebut dengan suatu yang rasional. Contoh: daripada anda mengatakan: “ah, ini sangat mengerikan, hancur semuanya, ini adalah mimpi buruk bagi saya”, cobalah mengubahnya dengan : “ya memang hal ini membuat saya frustrasi, dan saya bisa memahami mengapa saya menjadi marah, tetapi ini bukanlah akhir dari segala-galanya bagi saya dan kemarahan tidak akan mengubah apa-apa”.
Mengingat bahwa amarah seringkali berubah menjadi irasional maka untuk mengendalikannya dibutuhkan pemikiran yang logis. Semakin anda bisa berpikir logis (bisa mempertimbangkan akibatnya dan berpikir jauh ke depan, dsb) maka akan semakin mudah anda mengendalikan amarah dalam diri. Ingatkan diri anda bahwa apa yang sedang terjadi pasti tidak hanya dialami oleh anda seorang diri dan dunia tidak pernah berpaling dari anda. Apa yang sedang terjadi hanyalah merupakan suatu “tinta merah” dalam kehidupan anda. Ingat-ingat akan hal ini setiap kali anda merasa marah supaya anda bisa mendapat pandangan yang lebih seimbang.
3. Selesaikan Masalah secara Tuntas
Mengingat bahwa kemarahan bisa dipicu oleh hal-hal yang datang dari dalam diri seperti adanya masalah yang belum terselesaikan, maka akan sangat baik jika anda menyelesaikan setiap masalah yang muncul sesegara mungkin dan tuntas. Meskipun dalam hidup mungkin ada masalah yang bisa terselesaikan tanpa campurtangan anda secara signifikan, namun alangkah baiknya jika anda membiasakan diri menyelesaikan setiap permasalahan yang berhubungan dengan diri anda. Dengan berkurangnya beban psikologis dalam diri anda maka kemungkinan menjadi marahpun akan berkurang.
4. Melatih cara Berkomunikasi
Dalam banyak kasus orang menjadi marah karena kegagalan dalam berkomunikasi. Contoh: ketidaksiapan dalam menghadapi perbedaan pendapat, tidak bersedia menjadi pendengar atau pun selalu berusaha memaksakan kehendak pada orang lain. Hal-hal seperti inilah yang biasanya membuat orang yang marah cenderung mengambil kesimpulan secara cepat dan kesimpulan tersebut seringkali aneh dan tak terduga.
Meskipun setiap individu berhak untuk membela diri ketika dikritik atau diajak adu argumentasi, namun untuk itu diperlukan ketenangan dan sikap untuk tidak merespon secara terburu-buru. Ada baiknya anda mendengarkan secara cermat apa yang ingin disampaikan oleh orang lain, bahkan ketika orang tersebut mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan anda. Hal ini memang memerlukan kesabaran dan sikap rendah hati dari anda, tetapi dampaknya akan sangat bermanfaat sebab ketika tidak timbul amarah dalam diri anda maka situasi yang ada pasti dapat dikendalikan. Hasil positifnya anda menjadi lebih matang dalam berkomunikasi.
5. Mengubah Lingkungan
Apa yang dimaksudkan dengan mengubah lingkungan dapat berupa penataan kembali tempat tinggal ataupun tempat kerja anda. Mengubah lingkungan dapat juga berarti merubah aturan main yang berlaku di lingkungan tersebut dan juga termasuk mengubah kebiasaan diri anda sendiri untuk menghindari lingkungan yang tidak menyenangkan atau keluar dari lingkungan tersebut untuk sementara waktu. Contoh: daripada anda menjadi marah-marah kepada rekan kerja karena jenuh dengan kondisi kerja yang ada, maka ada baiknya anda mengambil cuti kerja dan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Dengan cara ini maka pikiran anda akan menjadi fresh kembali dan siap bekerja tanpa marah-marah.
6. Melakukan Konseling
Mengingat bahwa setiap individu memiliki sumber daya yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang penuh tekanan maka ketika anda merasa bahwa anda tidak lagi mampu mengendalikan amarah maka ada baiknya jika anda melakukan konseling dengan psikolog atau para profesional lainnya. Melalui bantuan para profesional ini anda mungkin akan diberikan bimbingan bagaimana cara-cara yang tepat dalam mengendalikan amarah agar tidak merusak aspek kehidupan yang lain. Tentu saja hasilnya tidak akan instant tetapi setidaknya hal itu akan membantu anda menjadi lebih baik.
Selain hal-hal di atas, masih banyak cara-cara lain dalam mengelola amarah. Salah satu yang paling penting adalah mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Allah swt. Karena terkadang ketidakmampuan seseorang mengendalikan amarahnya disebabkan adanya ketidakharmonisan hubungan kita dengan Allah SWT. Jadikan Ramadhan ini sebagai momentum kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga menjadikan kita pribadi yang kokoh dan mampu mengendalikan amarah dengan benar.
(END)`

Read More......

Psikoterapi Eksperensial

Menurut psikoterapi eksitensial, seorang meniciptakan dan mengubah dirinya dalam kehidupan sekarang ini. Masa lalu seseorang dan “perlengkapan internal”-nya tidak sepenuhnya menentukan hidupnya. Manusia bukanlah mesin yang hanya bekerja karena kebutuhan yang metematis. Dalam terapi, relasi yang dihidupkan oleh dua orang melampaui struktur-struktur. Pribadi-pribadi (person) merupakan eksistensi dan bukanlah definisi-definisi. Kecemasan bukanlah penyakit melainkan kemungkinan-kemungkinan hidup yang dihindari. Solusi-solusi tidak terletak dimasa lalu, tidak pula didalam diri seseorang, melainkan terletak dalam hidup yang secara radikal terbuka bagi pilihan-pilihan.
Psikoterapi eksperensial berkaitan erat dengan pengalamn konkret yang segera. Kindera seseorang terhadap pengalaman segera bukanlah emosi, perkataan, gerakan-gerakan otot, melainkan perasaan langsung terhadap kompleksitas situasi-situasi dan kesulitan-kesulitan tersebut.
A. Sejarah
Kirkegaard, Dilthey, Husserl, Heidegger, Sartre dan Merleau Ponty merupakan filsuf-filsuf eksistensialisme.
Dilthey (1833-1911). Wilhem Dilthey (1961) memberontak pandangan manusia dalam ilmu-ilmu pengetahuan matematis diakhir abad ke-19. dia meyakini bahwa proses kehidupan itu sendiri sangat terorganisasi dan bahwa logika hanya memperoleh dan menggunakan beberpa pola yang mengatur kehidupan itusendiri. Jadi, ilmu pengetahuan berasal dari kehidupan dan tidak bisa mengklaim untuk menjelaskan serta mereduksi kehidupan menjadi beberpa pola kecil yang dipergunakannya.
Edmund Husserl (1859-1938) kemudian mencoba mengantar pikiran berbasis baru dengan meenolak teori-teori dan spekulasi-spekulasi, serta membiarkan konsep-konsep muncul langsung dari penglaman yang sebenarnya dari orang itu. Dalam suatu basis eksperiensial penegasan-penegasan akan bermunculan langsung dari pengalaman, dari pengalaman, dan semua orang harus bisa mengeceknya dengan pengalaman mereka sendiri. Cara mendasarkan pikiran ini, oleh Husserl disebutkan “fenemologi”.
Martin Heidegger (lahir 1889; 1960-1967) memulai filsafatnya dengan fakta bahwa apa pun yang dialami seseorang pasti dalam suatu konteks, dalam suatu dunia. Orang-orang selalu “terlempar” ke dalam situasi waktu mereka mulai berpikir. Menurutnya pengalaman itu “pada dasarnya bersifat historis” yaitu, hidup dengan situasi-situasi dan pengalaman yang terbentuk secara kultural, mempunyai suatu latar belakang yang panjang, meliputi pikiran, pembicaraan dan karya generasi-generasi masa lalu. Karena itu, seseorang tidak hanya membuat sesuatu yang dikehandaki dari situasi atau pengalaman apa pun, meskipun tidak ada manusia hidup yang tertutup.
Buber (1878-1965). Martin Buber (1948), dengan cara yang sama menekankan proses relasi konkret, yang berbeda dengan mengetahui sesuatu.
Jean-Paul Sarter ( Lahir 1905; 1956), menamakan proses kehidupan, yang tidak bisa direduksi dengan definisi-definisi logis, sebagai “eksistensi”. Dia membandingkan eksistensi dengan “esensi”, kata filsafat klasik yang beraryi definisi. “Eksistensi menadului esensi”, adalah sebuah slogan eksistensialis yang berarti bahwa manusia-manusia itu menciptkan definisi-definisi, dan karena itu tidak pernah bisa direduksi menjadi definisi belaka. Sartre menulis tentang manusia-manusia senantiasa sebagai being (ada) adan non-being (tiada), definisi atau tipe person atau klasifikasi apa pun. Tak seorang pun hanya sebagai seorang pelayan atau seorang homoseks atau apa pun keadaan bertimbang dari hidup manusia. Meskipun demikian, titik persoalannya bukanlah dalam definisi terdapat perubahan yang konstan, tetapi menciptakan keadaan berimbang yang kokoh.
Merleau-Ponty (1908-1961) berpendapat bahwa tubuh yang hidup mempunyai karakteristik-karakteristik yang oleh para filsuf kuno dikaitkan dengan pengalaman dan eksistensi. Tubuh dipahami tidak saja dengan cara yang dipahami oleh pdikolog, melainkan juga yang secara fungsional menganai “maksud” peristiwa-peristiwa eksternal yang berhubungan, meskipun secara fungsional belumlah persisi. Sekali lagi apa yang diingat secara luas dari karya Merleau-Ponty adalah penegasan negatif, pengalaman adalah “samar”, ambigu, yang belum persis seperti konsep-konsep ilmiah.
Sebagai metode terapi, psikoterapi eksperiensial harus menyebutkan Whitaker, Warkentin dan Malone sebagai perintis-perintisnya, demikian juga Otto Rank, Jesse Taft, Frederick Allen, Carl Ransom Rogers.
B. Permulaan dan Perkembangan
L. Binswanger (1958;1967) mengembangkan Daseinsanalyse, yang bisa diterjemahkan sebagai analisa eksistensial, atau analisa tentang kondisi manusiawi seseorang. Menurut kemunculannya dari diskusi Heidegger tentang kasih sayang, kematian, pilihan, rasa bersalah, maka penekanannya adalah untu “berpegang teguh pada apa yang bersifat manusia.”
Medard Boss (1963) menggiring analisa eksistensial lebih jauh dan mengartikulasikan pola-pola malfunsi interpersonal yang spesifik, sekali lagi dengan suatu penekanan terhadap psikoterapi interpersonal.
Rollo May (May et al., 1958;1967) adalah pendiri psikoterapi eksistensial di Amerika Serikat. Dengan menekankan kemungkinan –kemungkinan seseorang bertemu langsung dengan kehidupannya sendiri, dan tantangan-tantangan yang tersembunyi di dalam apa, yang mula-mula, tampak sebagai kecemasan, May dengan berani menegaskan kembali kebebasan pribadi manusia dihadapan faktor-fkator determinis palsu yang tampaknya memaksa seseorang untuk menarik diri, serta menjauhi kehidupan.
Filsafat eksperiensial (Gendlin, 1962;1969) bermula dimana filsuf-filsuf eksistensialis telah berangkat, yakni dengan problem bagaiman simbol-simbol (pikiran-pikiran, pembicaraan, simbol-simbol lain) dihubungkan dengan, atau didasarkan pada proses mengalami yang konkret (concrete experiencing). Gendlin mengembangkan suatu sistem filsafat tentang relasi-relasi antara perasaan dan pikiran.
Bagi psikoterapi, sangatlah penting untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengenal otentitas, dan bagaimana memunculkannya kedalam diri sendiri dan diri sendiri lain. Jika pikran dan tindakan yang otentik adalah “pembinaan”, sehingga apa yang dikatakan dan dilakukan tidak sepenuhnya dibentuk sebelumnya dalam pengalaman, lalu bagaimana orang bisa mengetahui sesuatu yang otentik, sesuatu yang “berdasarkan” pengalaman? Bagaimanan yang orang bisa membedakan pengalaman dengan pengungkapan? Jenis pembinaan lebih lanjut mana yang berdasarkan pengalaman, dan mana yang tidak otentik.
Metode pemikiran eksperiensial membiarkan orang memperoleh kekuatan yang melambangkan gaya-pegas, namun kembali lagi pada “makna eksperiensial yang terasakan” yang hendak diungkapkan seseorang. Seseorang tidak melepaskan pengalaman seolah-olah suatu konseptualisasi bisa menggantikannya. Memberi simbol, dalam pandangan ini, tidak memberikan suatu gambaran representasioanal tentang apa yang dialami, melainkan ia sendiri merupakan pengalaman lanjutan. Terdapat jenis-jenis simbolisme yang bisa dibedakan.teori perubahan kepribadian dari Gendlin (1964), yang sebagian akan diperkenalkan belakangan, secara langsung berasal dari filsafat eksperiensial (Gendlin, 1962) dan berhubungan dengan langkah-langkah proses psikoterapi berikut ini: memberikan fokus pada arti yang langsung terasakan; membiarkan langkah-langkah perasaan dan kata-kata munsul darinya; dan “pergeseran eksperiensial” berikutnya dalam situasi konkret secara langsung mengacu pada arti yang terasakan. Interaksi terapis dengan klien, baik verbal maupun non-verbal juga dipandang sebagai meneruskan pengalaman klien., dan dalam pengertian itu memberi simbol lebih lanjut padanya.
C. Status Psikoterapi Eksperiensial
Sekarang psikoterapi eksperiensial meliputi terapis yang berpikir dalam istilah-istilah eksperiensial, dan juga yang lain yang berpikir dalam kosa kata-kosa kata teoritis yang berbeda. Bukan kosa kata, melainkan cara yang dipergunakan, yang bisa menyatukan terapis-terapis eksperiensial. Terapis menamakan dirinya “eksperiensil” jika perhatian tertuju pada yang konkret, yang hidup dan merasakan langkah-langkah pasien. Kata-kata hanyalah merupakan alat untuk langkah-langkah ini.
Jadi, terapis eksperiensial menggunakan teori dan pikiran-pikiran guna menunjukkan pada apa yang hidup, yang konkret dan kemudian benar-benar terasakan, daripada memahami pasien dengan konsep-konsep dan kemudian berusa nbekerja denga monsep-konsep itu. Karena metode ini memungkinkan seseorang mempergunakan kosa kata teoritisme tertentu, maka terapis-terapis eksperiensial berbicara dalam banyak cara yang berbeda, dan berbagai metode bersama-sama, daripada menggunakan cara bertutur tertentu, karena itu, gerakan itu luas dan didalamnya terdapat garis-garis pemisah bagian yang tidak tajam.
Tidak semua terapis menggeser arah gerakan eksperensial dari apa ke abagaiman-hingga metode ini tidak tergantung pada kandungan teori yang lebih terdahulu yang dipilih seseorang, juga tidak tergantung pada apakah seseorang menggunakan kata-kata, kiasan tubuh atau tekhnik-tekhnik interaksional, atau bahkan semuanya, melainkan tergantung pada bagaimana seseorang menggunakan ini. Jadi, karena pendekatan eksperiensial ini sedang tumbuh, tidak semua terapis eksperiensil mengadopsi filsfat eksperiensial dasar, dan tidak semua mereka secara artikulatif menyadari metode eksperiensial.
D. Teori
Terdapat empat konsep dasar yaitu:
eksistensi adalah prakonseptual adapat dibedakan secara internal dan dapat dirasakan oleh tubuh
interaksi
otentisitas adalah suatau proses pemindahan ke masa kini, bukan masa kini muri melainkan masa lalu yang dipindahkan yang digambarkan oleh masa depan
nilai; proses mengalami telah eksis yang bernilai sangat penting yang bertujuan, ia bersifat lokal.
Mengalami. Konsep dasar pertama adalah mengalami.
Eksistensi adalah yang dapat dirasakan oleh tubuh, tetapi harus lebih jelas lagi tentang aspek apa dari tubuh yang dimaksudkan, dan dalam pengertian yang bagaimana penggunakan istilah “yang dapat dirasakan”
Konsep dasar kedua adalah bahwa proses mengalami itu bersifat interaksional.
Interaksi (pertemua. Sebagaimana para eksisitensialis menyatakannya, manusia adalah being-in-the-world (berada-dalam-dunia). Tanda-tanda penghubung menunjukkan bahwa satu makhluk(one being), satu peristiwa (one event) baik itu sang pribadi maupun situasi-situasi atau lingkungan-lingkungan dan alam semesta dimana seseorang hidup. Umat manusia mengalami masalah dan kesulitan dalam dunia dan dalam berinteraksi dengan manusia lain. Apa yang dirasakan oleh seorang individu bukanlah “substansi dari dalam diri”, tapi merupakan sentience (perasaan dan pengetahuan bahwa anda eksis) tentang apa yang sedang terjadi dalam kehidupan seseorang diluar diri.
Carrying Forward (Authenticity). Otentisitas adalah proses yang dipindahkan (carried forward) kemasa sekarang. Konsep-konsep dasar yang telah dibahas sejauh ini mengimplikasikan adanya kesatuan pschy dan tubuh, sebagaimana halnya kesatuan sang pribadi dengan lingkungan (atau dunia, atau situasi-situasi). Kesatuan ketiga adalah kesatuan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Seorang pribadi eksis dalam perasaan-perasaan tubuh, dalam situasi-situasi bersama dengan orang-orang lain, dan dalam masa lalu serta masa depan.
· Teori kepribadian
Teori eksperiensial berpendirian kepribadian itu bersifat jasmaniah dan psikis. Jasmani dan rohani adalah satu sistem yang berkembang dalam interaksi dengan orang lain. Bayi-bayi manusia lahir dengan satu otak dimana yang setengah lebih besar dari yang lain, setengahnya berfungsi dalam perkataan . struktur jasmani anak pada saat lahir mengimplikasikan bahwa suatu bahasa akan dipelajari dan suara-suara menggumam sebelum belajar bahasa. Namun, begitu bahasa apa yang dipelajari tergantung pada komunitas dimana anak itu dilahirkan. Juga, bayi akan mempunyai beberapa jenis perkembangan seksual, dengan banyak variasi pola-pola besar mana yang berkembang berdasarkan budaya tertentu. Dan sesungguhnya, pola-pola budaya ini merupakan perkembangan-perkembangan yang bersifat jasmaniah.
Karena itu, ia bukan seolah-olah makna-makna dan nilai-nilai budaya dipaksakan oleh masyarakat pada seorang individu. Seseorang tumbuh berkembang dewasa diluar suatu konteks yang sudah bersifat fisik dan sosial.
Seorang pribadi pada dasarnya bersifat jasmaniah, sosial dan psikologis, ia bukan hanya bersifat jasmaniah saja, atau sosial saja atau psikologis saja, tetapti ia mengalami tiga unsur tersebut secara serentak dalam setiap momen dan dalam setiap proses mengalami. Fisiologi, sosiologi, dan psikologi merupakan “tingkatan-tingkatan analisis” yang berbeda tetapi merupakan suatu kesalahan untuk memperlakukan ketiga unsur tersebut secara terpisah. Sikap seperti ini menciptakan suasana terbelah yang didasarkan pada “ology”.
Teori eksperiensial menganut pendirian bahwa alam sadar adalah sang tubuh. Banyak aspek, hanya beberapa diantaranya yang dapat dieksperesikan secara berbeda pada satu waktu, secara implisit dalam proses mengalami secara jasmaniah. Melalui pengutamaan, mereka membentuk pembicaraan dan tingkah laku yang given. Ketika orang-orang berekspresi secara berbeda dalam meretrospeksi satu atau lain dari banyak aspek yang membentuk suatu pembicaraan atau tingkah laku, maka satu aspek tersebut dinyatakan dalam keadaan “tidak sadar”.
Seseorang menjalani kehidupan masa kini dengan bersandar pada masa lalunya. Oleh karena itu, para pasien dalam psikoterapi biasanya mendapati bahwa baik masa kanak-kanak mereka maupun masa kehidupan mereka sekarang keduanya mempunyai andil dalam situasi sekarang yang given.
· Teori Prikoterapi
Karakter psikoterapi akan didiskusikan dibawah 5judul besar:
standar berpikir dari kerja terapi
bekerja secara implisit
hirarki fdari langkah-langkah eksperensial
cara berproses
kandungan-kandungan yang berasalah dari proses
Mengalami adalah sebuah proses interaksi, ada bersama oranglain dan ada-dalam lingkungan. Namun, lingkungan yang dimaksud tidak hanya satu jenis saja. Obyektifitas terhadap seorang pribadi dapat berupa lingkungan yang sedang berinteraksi. Dengan demian, tubuh itu sendiri adalah sebuah lingkungan bagi sel-sel dan organ-organ dalam tubuh. Tingkah laku berlangsung dalam lingkungan fisik dan situasional.
Terapi ekperensial utamanya menangani orang yang mengalami apa yang dapat dirasakan secara jasmaniah, yang secara implisit merupakan proses yang kompleks yang kurang tepat didefinisikan dalam kata, tindakan, interaksi atau tubuh fisiologis, tetapi secara implisit melibatkan semua ini.
Apa karekter yang membedakan pendekatan eksperensial terhadap psikoterapi adalah bahwa apa yang bersifat jasmaniah, tingkah laku dan prosedur-psosedur interaksionalo akan dilangsungkan dengan acuan konstan terhadap proses mengalami seorang pribadi. Pertama kali, ia harus dirasakan secara konkret dan kemudian diartikulasikan dalam kata-kata dan tindakan-tindakan lebih lanjut. Jika memeang menjadi point acuan konstan, tingkat-tingkat lain dapat digunakan secara efektif dan tanpa adanya proses dehumanisasi atau mekanisasi palsu.
Proses psikoterapi
Terdapat beberapa cara bekerja yang berkaitan dengan kehadiran langsung, proses mengalami yang segera dari seorang pribadi;
Pertemua rasional. Kehidupan seorang pribadi adalah berarti juga kehidupan dalam kehidupan dengan, tidak kurang sedikitpun dengan terapis dalam situasi ini dibandingkan dengan semua situasi oranglain yang dipunyai oleh orang ini. Momen yang berlangsung terdiri dari keduanya. Bagaimana seorang terapis eksperensial hendak merangkuh kejadian yang segera bersama kliennya dan kemudian menanganinya?
terapis harus mencermati bukan hanya pada kata-kata kliennya tetapi juga pada bagaimana mereka mengatakannya, dan pada bagaimana kehidupan kliennya pada momen dia menyatakan hal ini. Hal ini berarti mengobesrvasi wajah, tubuh, suara gestur dari klien dan membawa klien ke tataran yang lebih luas dari sekedar verbal.
ketika terapis harus mengkonfrontasikan perasaan, reaksi, rasa takut peristiwa-peristiwa yang menimbulkan perasaan cemas dan tidak nyman, menghindar dari situasi yang membosankan, kemarahan, ketidaksabaran-semuanya dirasakan secara focal, dan seseorang harus mengerti apa dan bagimana hal itu berkaitan dengan interaksi saat sekarang denga klien.
Pemfokuskan: akses ke eksistensi. Cara utama kedua untuk memperoleh kehidupan kehidupan yang mengalir secara konkret, yang melampaui kata-kata, adalah untuk membantu klien agar memperhatikan lebih dalam situasi prakonsepnya, yaitu hanya dapat dirasakan secara inderawi. Hal ini tidak dilakukan dengan hanya melancarkan pertanyaan-pertanyaan kedalam benaknya. Ini dilakukan dengan cara memfokuskan diri pada apa yang secara jasmaniah dapat dirasakan secara konkret tentang apa saja yang diucapkan atau diupayakan.
Tanggung jawab. Sebaliknya, terapis berpendirian bahwa pasien harus bertangungjawab atas perasaan-perasaan dan evaluasi-evaluasinya.
Mekanisme Psikoterapi
Pertanyaan teoritis mendasar adalah bagaimana dan mengapa psikoterapi mengubah seseorang. Para eksistensialis mengatakan bahwa seorang psibadi adalah tercipta dari pengalaman kehidupan yang dilakukan oleh orang tersebut, karena alasan inilah seorang pribadi berubah hanya melalui mengalami kehidupan secara berbeda dan agar lebih menghayati kehidupan
Pertanyaan tentang perubahan akan terjawab jika seseorang mengakui proses psikoterapi itu sendiri secara eksak bahwa kehidupan selanjutnya juga akan membuat seseorang berbeda. Mekanisme psikoterapi adalah cara-cara dalam mana, disebabkan oleh terapis, kehidupan pasien menjadi berbeda dengan segera. Ini ditimbulkan oleh pembuatan proses terapi secara eksperiensial menjadi otentik
Kesimpulan
Psikoterapi eksistensial menganggap diri-pribadi sebagai “eksistensi” yang selalu melintasi batas-batas definisi-definisi dan konsep-konsep. Bagi pendekatan eksperientansial, diri-pribadi mempunyai ekses langsung ke arah eksistensi melalui proses langsung dari pengalaman yang sedang terjadi. Proses ini bernilai dan secara implisit memproyeksikan langkah-langkah masa depan. Mungkin langkah-langkah tersebut masih belum jelas sehingga membutuhkan keberadaan kreasi baru dalam pembicaraan atau tindakan. Namun demikian, syarat-syarat mereka secara implisit terfokus dengan baik dalam perasaan. Ketika seseorang memperoleh langkah-langkah pembicaraan atau tindakan, mereka menghasilkan perubhana, bukan hanya sekedar perubahan-yaitu perubahan yang secara implisit telah terproyeksikan, walaupun belum sepenuhnya terbentu. Beberapa gerak adalah “otentik” dan kontinuitas perubahan yang dirasakan menghasilkan, diketahui berbeda dari perbuhan-perubahan kasar dan imposisi-imposisi.
Seseorang itu menjasmani, berbudaya serta individualis yang menciptakan dirinya sendiri. Jadi, prosedur-prosedur terapi yang bersifat jasmani dan behavioral, sama baiknya dengan metode-metode interaksional verbal dan perasaan dapat digunakan bersama-sama sebagai organisme tunggal yang secara otentik dapat diteruskan pada “bidang-bidang” ini. Variasi kosakata teoritis dapat digunakan. Namun, tidak ada satupun dari prosedur-prosedur dan teori-teori ini mampu menangkap secara utuh karakter manusia-dan semua itu dapat digunakan secara efektif hanya jika momentum demi momentum yang dirasakan dalam individu yang mengalami, membuat kehadiran yang sesungguhnya sebagai pos penjagaan dan tempat berlabuh bagi kata-kata dan prosedur-prosedur. Untuk melangkah ke arah ini, maka terapis harus mengaktifkan semua inderanya, bersikap kritis, mengartikualsikan, serta merespons pada pengalaman yang sedang berlangsung yang dirasakan oleh pasien setiap saat, sehingga momen-momen tersebut akan menjadi pertemuan genuine antara mereka, dan apapun yang dikatakan dan yang diperbuat akan membenuk proses otentik berdasarkan pengalaman. Hal ini mengharuskan terapis untuk mengartikulasikan dan mengekspresikan secara terbuka apa yang sedang berlangsung dalam diri terapis. Jika hal ini dilakukan, sangat mungkin terapis dapat menangkap pengalamn langsung secara lebih dini dan lebih utuh daripada hanya sekedar mengandalkan tingkahlaku sang pasien saja.
Aspek eksperiensial dari psikoterapi merangkum dan melampauin batas-batas metode-metode dan prosedur-prosedur sebelumnya, serta dapat menggunakan mereka semua bahkan lebih memerincikan dasar pijak pengalaman mereka. Metode-metode jasmaniah seperti Yoga, kemoterapi, kerja otot Reich-ian serta terapi tingkah laku yang diterapkan, semua dapat digunakan. Oleh karena itu, metode eksperensial siap memodifikasikan semua pendekatan lain kedalam psikoterapi agar tercipta keadaan yang lebih manusiawi dan lebih efektif menggunakan berbagai ragam aspek khusus dari metode-metode yang sedang bersaing. Hasil-hasil penelitian juga melahirkan pandangan baru bahwa metode eksperensial edentik dengan proses mengalami yang sangat otentik selama terapi, dan bukan aspek lain tentang apa yang diucapkan atau dikerjakan oleh pasien dan terapis yang memprediksikan keberhasilan.
Penekanan eksistensial pada kemampuan persoanal untuk berubah hanya melalui proses hidup otentik yang baru dan diperbarui membutuhkan psikoterapi itu proses kehidupan itu sendiri. Hal ini sangat dimungkinkan dalam suatu komunitas yang berorientasi hubungan-hubungan otentik daripada hanya sekedar hubungan antara satu terpis dengan pasien sendirian. Dengan cara tersebut, struktur profesional lama yang artifisial dapat dimodifikasi atau di eliminir. Tren terbaru terhadap jaringan-jaringan pemuda-pemudi, kelompok-kelompok pertemuan,dll dan gaya hidup baru dapat meraih keberhasilan yang lebih besar jika dilakukan pertemuan eksperensial yang otentik dalam suasana kehidupan riil yang bertanggungjawab diantara para warga masyarakat. Dalam konteks psikoterapi, ia akan mengubah total pola hubungan dokter medis-pasien, sehingga terciptalah kehidupan. Kebudayaaan secara kesluruhan, dapat berubah bukan hanya masalah perseorangan saja.


Read More......

Minggu, Januari 25, 2009

Jadi Pemenang? MAU???


T: Tekad yang kuat dan tujuan yang jelas

Bulatkan tekad Anda sebagai pribadi yang sukses
Memiliki tujuan dari sekarang
A: Arahkan pada potensi positif
Gali dan temukan potensi positif Anda

J: Jauhkan dari metafora negative
Hilangkan kamus mengeluh pada otak Anda


A: Ambil manfaat dari setiap kegagalan

Rumus sukses: “Orang yang sukses lebih banyak gagal daripada orang yang gagal”


M: Mantapkan motivasi dengan motivasi yang mantap
Kuatkan motivasi Anda dengan tekad yang tegas dan kuat

Read More......

Rabu, Januari 21, 2009

Tentang Kupu-Kupu

Sobat…
Bukankah ia terlihat begitu indah ketika mengepakkan sayapnya terbang diantara bunga-bunga yang bermekaran, sesekali berhenti di setangkai bunga untuk mengisap madu kemudian terbang kembali bersama kupu-kupu yang lain.
Tahukah kau sobat…
Tidak begitu saja ia menjadi seekor kupu-kupu yang cantik, ada sebuah proses yang harus ia lewati bernama “Metamorfosis”. Proses yang harus ia lalui ketika masih menjadi ulat, yang terkadang begitu menjijikan bagi sebagian orang, bahkan berteriak dan menjerit ketika melihatnya, tapi sobat… ia tak pernah gentar, ia tak perbah malu dengan keadaannya, ia tetap bertahan menjalankan hidupnya, sampai akhirnya ia harus masuk ke dalam kepompong namun tetap ikhlas menjalani itu semua sampai tiba waktunya ia keluar dengan begitu anggunnya menjadi seekor kupu-kupu yang cantik jelita.
Begitupun kita sebagai manusia yang diberikan potensi oleh Allah swt, mengapa begitu mudah menyerah hanya karena kita diperolok, dihina bahkan dicemoohkan kalu pada akhirnya kita mampu memberikan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita.
Hidup adalah sebuah proses yang harus dijalani. Belajarlah dari seekor kupu-kupu yang penuh keikhlasan karena kecantikan sejati bukanlah dari wujud zhalimnya saja, tetapi bagaimana ia mampu memahami sebuah proses.

Read More......

Konsep Diri (Ibu Ade Irma Sholihah -Dosen FDK)

Pada dasarnya, masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali dan bahkan hampir semua, sebenarnya berasal dari dalam diri. Kita seringkali tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri. Dengan kemampuan berpikir dan menilai, manusia malah suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang lain – dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu objektif. Dari situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri dan hobi mrngkritik diri sendiri.Secara umum konsep diri dapat didefinisikan sebagai keyakinan pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Konsep diri adalah tentang apa saja yang kita “fikirkan” dan kita “rasakan” tentang diri kita. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pembelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
Konsep Diri Positif: Kunci Keberhasilan
HidupPerkembangan zaman yang sangat pesat membuat persaingan hidup semakin meningkat. Para orangtua saat ini berlomba-lomba untuk memberikan bakal pendidikan, yang dipercayai sebagai bekal terbaik bagi anak yaitu pendidikan. Asumsi orangtua pada umumnya adalah semakin tinggi level pendidikan formal maka akan semakin terjamin masa depan anaknya. Benarkah?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu melihat disekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang “nganggur”? Berapa jumlah lulusan luar negeri, yang pulang ke Indonesia, tidak bisa bekerja atau tidak berhasil? Berapa banyak yang lulus cum laude namun prestasi hidupnya biasa-biasa saja? Sebaliknya ada banyak orang yang prestasi akademiknya biasa-biasa saja namun prestasi hidupnya sangat luar biasa. Jadi, sebenarnya prestasi akademik bukan merupakan jaminan keberhasilan hidup.
Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnya menemukan satu hasil yang mencengangkan. Penelitian ini melibatkan 342 subyek penelitian yang merupakan lulusan dari berbagai disiplin ilmu. Para subyek ini adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa dari Colombia University. Dr. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa itu dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Hasil penelitian yang benar-benar mengejutkan para peneliti itu adalah:Mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya, mereka yang berhasil masuk dalam Phi Beta Kappa ternyata cenderung berprestasi biasa-biasa.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keberhasilan kademik dan keberhasilan hidup. Lalu faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia?Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating system yang menjalankan sesuatu komputer. Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras computer dan program yang diinstall, apabila system operasinya tidak baik dan banyak kesalahan maka computer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Hal yang sama berlaku bagi manusia.
Konsep diri adalah sistem operasi yang menjalankan computer mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri ini setelah ter-install akan masuk dipikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu saat. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Demikian pula sebaliknya.Lalu, bagaimana konsep diri itu terbentuk?Proses pembentukan konsep diri dimulai sejak anak masih kecil. Masa kritis pembentukan konsep diri adalah saat anak masuk di sekolah dasar. Glasser, seorang pakar pendidikan dari Amerika, menyatakan bahwa lima tahun pertama di SD akanmenentukan “nasib” anak selanjutnya. Seringkali proses pendidikan yang salah, saat di SD, berakibat pada rusaknya konsep diri anak.
Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya. Sebaliknya orang yang konsep dirinya baik akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal yang baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diriberharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.
Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orangtua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, sering kali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya: suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan dan menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah dan sebagainya- dianggap sebagai hukuman akikbat kekuangan, kesalahan ataupun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.

Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah seklai berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirnya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa “bodoh”, namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.Faktor yang Mempengaruhi Konsep DiriDiantara faktor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri seseorang adalah:

  • Pola asuh orangtua

Pola asuh orangtua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orangtua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orangtua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai; dan semua itu akibat kekurangan yang ada pada dirinya sehingga orangtua tidak sayang.

  • Kegagalan

Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.

  • Depresi

Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau stimulus yang netral akan dipersepsi secara nagatif. Misalnya, tidak diundang ke sebuah pesta, maka berpikir bahwa karena saya “miskin” maka saya tidak pantas diundang. Orang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu survive menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi akan menjadi super sensitive dan cenderung mudah tersinggung atau “termakan” ucapan orang.

  • Kritik internal

Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk meyadarkanseseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri sering menjadi regulator atau rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.Merubah Konsep DiriBerpikir yang tidak-tidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri seringkali menyebabkan persoalan bertambah rumit. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.

Beberapa langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif:

  • Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri

Jangan abaikan pengalaman positif ataupun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus. You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way…

  • Hargailah diri sendiri

Tidak ada orang lain yang lebih menghagai diri kita sendiri selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal yang ada dalam diri orang lain secara positif? Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita?

  • Janganlah memusuhi diri sendiri

Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

  • Berpikir positif

We are what we think. Berpikir positif terhadap diri dan orang lain/sesuatu yang ada dihadapan kita akan mengantarkan kita pada suatu kondisi yang nyaman. Ketika kita berpikir bahwa kita termasuk orang yang tidak bisa, maka potensi yang dimiliki tidak akan muncul. Tetapi ketika kita berpikir bahwa kita bisa menjadi (misalnya) orang yang sukses, maka potensi positif akan muncul untuk mengantarkan kesuksessan. Dalam kaitannya dengan orang lain, seringkali kita memberikan penilaian terlalu dini sebelum kita sendiri belum kenal betul terhadap apa yang kita beri nilai tersebut. Akibatnya, konflik sosialpun terjadi.

Read More......

Incest Pada Anak & Intervensi Psikologisnya (Pizaro)

Menurut Peter E. Nathan dan Sandra L. Harris, Incest adalah hubungan seks antara pria dan wanita saudara sekandung. Secara legal mereka tidak pantas melkukan perbuatan tersebut, namun insting seksual terkadang tidak mengenal relasi sedarah.
Dampak Incest
Dalam buku “Strategis For Counseling With Childern and their Parents” –Kempe (1980) menemukan bahwa para ayah yang melakukan Incest, cenderung menjadi pribadi introvert dalam kehidupan social. Catatan menarik dikemukakan bahwa seorang anak yang menjadi korban Incest, ketika dia menjadi ayah mempunyai kemungkinan untuk menuntaskan “dendam” dengan anaknya lagi.
Goode cenderung satu suara bahwa anak perempuan korban Incest memang menimbulkan masalah tertentu dalam kehidupan social, karena statusnya yang membingungkan. Di satu sisi dia menjadi ibu, namun di sisi lain ia tetap seorang anak. Lantas bagaimana status anak mereka? Karena kakek si anak juga menjadi ayahnya. Jika dikatakan pernikahan adalah solusi, Goode justru sebaliknya. Kenyataannya, pernikahan tidak akan memecahkan masalah, namun hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk.
O’brien (1983) seperti disarikan Levine dan Salle menyatakan jika penggunaan anak-anak dalam rangsangan seksual, apakah melalui pornografi, kekerasan, atau Incest mengakibatkan jiwa anak berada dalam tujuh hal penting:
  • Psikologis; pengenalan aktivitas seksual yang cepat akan memotong perkembangan masa kanak-kanak yang seharusnya. Anak-anak tidak mempunyai perasaan emosional yang tegar dalam megasosiasikan seks.
  • Harga diri yang rendah; kekerasan seksual akan membuat anak menarik diri dari teman-temannya karena aib.
  • Eksploitas; anak-anak akan menjadi lading pemuas kebutuhan oleh orang dewasa. Menjadi mudah terancam, karena anak-anak mengandalkan orang-orang dewasa, maka anak-anak mudah terancam. Penggunaan anak secara seksual menciptakan tekanan yang lebih dan kecemasan. Karenanya anak mulai menginteprestasikan ketergantungan sebagai suatu hal yang membahayakan. Pandangan tentang seksualitas terdistorsi, meskipun beberapa anak tidak menyadari aib ini sampai usia dewasa. Kekerasan seksual akan menimbulakan cara pendang anak yang negatifdalam hubungan seksual. Privasi anak, jika polisi atau praktisi anak tidak melakukan perlindungan, anak-anak korban Incest sangat rentan untuk diekspos dalam majalah atau film porno.
  • Distorsi perkembangan moral. Perkembangan moral tentang betul dan salah berkembang pada waktu anak menjadi korban kekerasan pada waktu anak menjadi korban kekerasan seksual. Banyak kasus Incest yang terjadi dalam keluarga yang sholeh, disiplin, teguh menciptakan nuansa munafik dan bingung pada diri korban tentang aturan yang sebenarnya.

Intervensi Psikologis
Jan Osborn dalam buku The Impact of Violence The Family: Treatment Approaches for Therapists and Other Profesionals (Massachusets) menilai bahwa agama menjadi coping psikologis yang efektif terhadap korban Incest.Kita sering melihat seperti Incest, sejenak ingin melepaskan tali kekang pikiran negative dengan suasana riang gembira. Karenanya pendekatan terapi bermain amat diperlukan, namun ada baiknya anak erlu diikutsertakan secara aktif dalam terapi bermain. Seperti permainan dengan memakai media boneka, usahakan anak memainkan suatu peran. Dengan begini diharapkan konselor atau terapis yang energik, humoris, hangat terhadap anak, dan mengerti psikologis anak.Selain itu, intervensi psikologis yang juga menarik digulirkan adalah tekhnik-teknik dramatic seperti psikodrama. Dalam buku Psikologi Humanistik dalam Konteks Sosial, Budaya dan Sejarah yang ditulis oleh Helen Graham, Jacob Moreno, pengembang psikodrama, berpendapat bahwa dengan tekhnik dramatic, manusia dapat berusaha menciptakan atau menciptakan kembal suasana fisik dan emosional yang dikehendaki. Berdasarkan buku. Dan yang mesti dipahami adalah bahwa keaktifan dalam psikodrama tidak juga dimonopoli oleh konselor atau terapis, tetapi juga anak. Apakah anak korban Incest bisa memainkan peran dalam psikodrama? Oh ya kenapa tidak…

Read More......

Minggu, Januari 18, 2009

Prestasi Tak Boleh Mati

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya….” (Al-Anfal: 60)
Betapa luas kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Nikmat-Nya tak pernah bertepi. Malam datang dengan keindahan, gelap pun memberikan ketenangan dan kesejukan. Pagi yang segar menyudahi malam nan damai. Siang datang melambai, menawarkan harapan.
Seperti itulah dunia berputar. Silih berganti siang menggantikan malam. Waktu terus berlalu, mencatat prestasi dari generasi kegenerasi. Ada yang tetap istiqamah menapaki jalan dakwah nan terjal dan bebatuan, sabar dengan terpaan asap dan debu-debu peradaban. Tapi, tak sedikit yang akhirnya duduk bersandar melepas lelah. Seraya matanya mulai memejam terhadap keculasan manusia sekitar.
Usahakan untuk memberi sesuatu yang terbaik
Di antara ciri kekikiran yang mungkin sempat melekat dalam hati hamba Allah adalah sedikit mengeluarkan, tapi ingin banyak menerima. Mungkin ini bisa cocok buat bisnis sesama manusia. Tapi, tidak akan pas jika ditujukan pada bisnis dengan Allah swt.
Kebodohan adalah hal dominan yang menjadikan manusia berpikir sempit soal bisnis dengan Allah swt. Pandangannya terbatas hanya pada takaran materi dengan ruang lingkup duniawi yang sempit. Tidak heran jika ada manusia yang merasa tidak perlu untuk memberikan sesuatu yang terbaik buat bisnis di jalan Allah. Tidak jarang, jatah infak dan sedekah selalu jatuh pada porsi sisa, uang yang kumal, dan sedikit sobek.
Seperti itulah ajakan Allah swt. buat hamba-hamba Allah yang cerdas.
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu bisnis yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.”(Ash-Shaff: 10-11)
Surga adalah tawaran yang teramat luar biasa yang diberikan oleh yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kenikmatan apa pun yang pernah tersedia di dunia ini sedikit pun tak akan pernah menyamai nikmatnya surga. Seperti itulah rincian-rincian tentang keberadaan surga yang Allah paparkan dalam Al-Quran: makanan terbaik, minuman terbaik, pasangan terbaik, tempat tinggal terbaik; buat selama-lamanya.
Lalu, apakah belum juga kita merasa malu dengan berharap, bahkan begitu percaya diri, bisa masuk surga hanya dengan beberapa koin, uang kumal, tenaga sisa, dan prestasi kerja ala kadarnya.
Sepantasnyalah kita malu dengan teguran Allah dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?….”
Mungkin, kita lupa kalau segala keutamaan yang kita berikan dalam jalan Allah, sama sekali tak mempengaruhi kerajaan Allah swt. Allah sudah teramat kaya dibanding nilai apa pun di alam raya ini. Dunia buat Allah tak senilai sayap nyamuk. Justru keutamaan dan nilai unggul yang dikeluarkan, semuanya akan kembali buat hamba-hamba Allah itu sendiri. Langsung, atau tertunda.
Jangan mudah dipermainkan angan-angan
Merasa paling berjasa, paling banyak amal adalah di antara tanda tergiringnya seorang hamba Allah pada jurang kebinasaan. Karena mulai dari sinilah produktivitas kerja dakwahnya mulai berkurang, dan akhirnya mati. Ia merasa cukup menjadi orang-orang yang pernah beramal. Bukan menjadi orang-orang yang senantiasa beramal.
Maha bijaksana Allah dengan pelajaran yang termuat dalam surah Al-Kahfi ayat 103 dan 104. “Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu, orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.”
Setan senantiasa menghembuskan semangat keliru tentang itu. “Anda tergolong aktivis senior. Amal Anda sudah tak lagi bisa terhitung. Begitu banyak. Tak seorang pun bisa menyamai nilai dan jumlah amal Anda. Yakinlah, dengan prestasi itu saja, Anda pasti masuk surga. Cukup. Kini, saatnya Anda istirahat dari pentas dakwah. Saatnya junior mengambil alih beban-beban Anda. Anda teramat mulia untuk mengerjakan program-program teknis…,” begitulah kira-kira hembusan jahat setan yang terus-menerus mengintai peluang. Sejenak hamba Allah lengah, saat itu juga ia masuk. Na’udzubillah min dzalik.
Yakinlah bahwa balasan Allah adalah yang terbaik
Untung rugi memang hal lumrah dalam hitung-hitungan bisnis. Kalau terus untung bisnis bisa berkembang, dan terus rugi bisnis jatuh ambruk. Hitung-hitungan untung rugi selalu berkait dengan urusan materi. Karena itulah ruang lingkup bisnis. Tak akan bisa lepas dengan yang namanya materi.
Itulah, mungkin, kenapa Allah swt. memberikan penjelasan rinci soal pahala. Seperti apakah akumulasi pahala yang diberikan Allah sebagai ganjaran buat hamba-hamba-Nya yang sukses dalam bisnis ini. Nilai tukarnya begitu jelas. Surga tergambar rinci dalam Al-Quran.
Tanpa sadar oleh manusia, sebenarnya ganjaran sudah Allah berikan di dunia ini. Adakah yang lebih mahal di dunia ini daripada pasangan yang saleh dan salehah. Adakah yang lebih berharga di dunia ini daripada anak-anak yang taat pada orangtuanya. Adakah yang lebih berharga di dunia ini dibanding rekan-rekan seperjuangan yang dipersaudarakan oleh Allah. Adakah yang lebih nikmat di dunia ini dibanding ketenangan hidup bersama keimanan. Dunia menjadi miniatur surga.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)

Read More......